Langsung ke konten utama

Auman Harimau Muda

Pada suatu hari yang cerah, di hutan di lereng gunung merapi, nampak sekitar 5 orang pemuda sedang belajar ilmu beladiri. Mereka adalah murid dari Ki Satya, pendekar sepuh dari lereng gunung Merapi yang terkenal dengan jurusnya kepalan geledek. Jurus kepalan geledek sendiri ada 10 tingkatan, tingkatan 1 adalah tingkat dasar dan tingkatan 10 adalah jurus pamungkas dari kepalan geledek. Ki Satya mempunyai 4 murid laki-laki yaitu Adinata, Bhadrika, Nismara, Wilalung, dan 1 murid perempuan bernama Indraswari.

Ki Satya memanggil murid-muridnya. "Adinata, Bhadrika, Nismara, Wilalung, Indraswari kemari semua". "Baik guru" jawab murid-murid Ki Satya serempak. Aku mendapat undangan dari perguruan sahabatku Ki Adanu untuk berlatih tanding. Ki Adanu terkenal dengan ilmu andalan perguruannya yaitu Tendangan Halilintar. Nah, kalian berlima saya suruh ikut latih tanding itu untuk menambah pengalaman. Namun sebelumnya aku ingin melihat kemampuan kalian terlebih dahulu" kata Ki Satya menyampaikan maksud dan tujuannya. "Baik guru, kami sanggup dan akan mematuhi perintah guru" Jawab Adiwinata mewakili saudara seperguruannya.

"Adinata, kamu maju, lawan dua adikmu Bhadrika dan Nismara" perintah Ki Satya. "Baik guru" jawab Adinata. Adinata yang telah menguasai tingkat ketujuh dari jurus kepalan geledek ditunjuk untuk berlatih tanding dengan dua adik seperguruannya, Bhadrika dan Nismara yang menguasai tingkat kelima dari jurus kepalan geledek. "Bersiaplah Kakang Adinata" kata Bhadrika dan Nismara serempak. "Baiklah Adi, kalian jangan sungkan-sungkan, keluarkan semua ilmu yang kalian miliki" jawab Adinata kepada dua adik seperguruannya itu. Ketiganya segera bersiap di halaman padepokan untuk berlatih tanding dengan disaksikan langsung oleh Ki Satya. Bhadrika dan Nismara dengan lincahnya langsung menyerang Adinata. Pukulan dan tendangan dari Bhadrika dan Nismara datang silih berganti dengan kecepatan yang mengagumkan menggulung Adinata. Namun Adinata, yang merupakan murid pertama dari Ki Satya meladeni serangan dari adik-adik seperguruannya dengan tenang. Ia bergerak dengan lincah dan seolah menari-nari menghindari serangan bertubi-tubi dari Bhadrika dan Nismara. Beberapa kali terjadi benturan antara Adinata dan dua adik seperguruannya namun karena Adinata belum menggunakan tenaga sepenuhnya maka benturan-benturan itu masih terasa berimbang. Setelah sekian lama bertarung Bhadrika dan Nismara mulai tidak sabar. Segera mereka bersiap mengeluarkan jurus andalan mereka Kepalan Geledek. "Bersiaplah Kakang" Bhadrika memperingatkan Adinata. Bhdarika dan Nismara langsung menyerang dengan Adinata dengan jurus kepalan geledek. Meskipun baru mencapai tingkatan kelima, namun gabungan serangan dari keduannya cukup merepotkan Adinata. Namun dengan penuh ketenangan Adinata berusaha menghindari benturan kekuatan diantara mereka. Gerakannya masih saja lincah menari-nari diantara gulungan serangan adik seperguruannya itu. Namun melawan dua orang yang mempunyai tingkatan ilmu yang hampir sama lama-kelamaan Adinata kelelahan juga. Pukulan dan tendangan dari Bhadrika dan Nismara sedikit-sedikit mulai mengenai tubuh Adinata hingga menyebabkan badannya sedikit lebam. Menyadari hal itu Adinata terpaksa membalas serangan dari kedua adik seperguruannya. Dengan jurus kepalan geledek tingkat ketujuh, ia mulai balas menyerang. Benturan diantara mereka bertiga mulai sering terjadi. Bhadrika dan Nismara mulai kerepotan juga setelah Adinata menggunakan ilmu tertinggi yang dikuasainya. Pukulan dan tendangan dari Adinata mulai mendarat di badan mereka dan menimbulkan rasa sakit dan menimbulkan lebam di badan. Jika diteruskan, pertandingan ini akan menyebabkan luka dalam yang serius bagi mereka bertiga. "Berhenti, sudah cukup latih tanding kalian" menyadari hal ini Ki Satya langsung menghentikan adu olah kanuragan diantara mereka bertiga.

"Selanjutnya Wilalung dan Indraswari, tunjukan kemampuan kalian kepadaku" ujar Ki Satya. "Baik Guru" jawab keduanya serempak. Indraswari menguasai jurus Kepala Geledek setingkat lebih tinggi dari Wilalung. Indraswari telah menguasai jurus Kepalan Geledek tingkat ke empat sedangkan Wilalung menguasai jurus Kepalan Geledek tingkat 3. Namun meskipun menguasai tingkatan jurus yang lebih rendah Wilalung tidak bisa diremehken karena badannya yang tinggi besar sesuai dengan namanya. Keduanya segera mempersiapkan diri. "Bersiaplah Kakang, aku tidak segan-segan menyerangmu" kata Indraswari. "Silahkan Nimas, Kakang sudah siap" jawab Wilalung. Inraswari segera menyerang Wilalung dengan cekatan. Tendangan dan pukulan kepalan tangan datang silih berganti menyambar-nyambar di sekitar Wilalung. Namun dengan badannya yang tinggi besar dan tenaganya yang kuat, Wilalung menangkis setiap serangan dari Indraswari. Setiap benturan yang terjadi membuat tangan dan kaki Indraswari terasa sakit karena serasa membentur batu karang yang kokoh. Menyadari hal itu Iapun berusaha menghindari setiap benturan tenaga dengan Wilalung, Ia lebih banyak mengandalkan kecepatan tubuhnya dan kelincahannya dalam menyerang dan menghindari. Sesekali pukulan dan tendangannya mengenai tubuh Wilalung. Menyadari hal ini Wilalung lama kelamaan mulai agak panas hatinya dan mulailah Ia membalas serangan dari Indraswari. Dengan sekuat tenaga ia menyerang Indraswari dengan mengandalkan kekuatan pukulan tangan dan tendangan kakinya. Meskipun lambat, namun jelas-jelas serangannya sangat berbahaya. Meleng sedikit saja Indraswari bisa terluka dalam jika terkena pukulannya. Perlahan-lahan Wilalung bisa mengimbangi Indraswari dan jual beli pukulan serta tendangan mulai membuat mereka berdua luka-luka dan lebam di badan. Menyadari hal itu Ki Satya segera menghentikan latih tanding itu. "Cukup, berhenti" Teriak Ki Satya. "Baik Guru" jawab Indraswari dan Wilalung hampir bersamaan.

"Murid-muridku, saya telah cukup melihat apa yang kalian tampilkan dan peragakan, saya sangat bangga bahwa kalian telah sampai tataran tingkat yang cukup membuatku kagum. Namun aku ingin mengingatkan pada kalian, dari yang kulihat tadi ternyata kalian belum punya cukup sifat rendah hati dan ketenangan diri. Terbukti dengan kalian terbawa perasaan dan saling menyerang antara sesama saudara sendiri bukan lagi dalam tataran taraf latih tanding namun sudah menuju kearah adu kuat, adu kemampuan, dan saling ingin menunjukan kemampuan di atas lawan. Ketahuilah muridku, hal ini tidaklah baik. Kalian harus belajar menahan diri dan melatih ketenangan batin dalam situasi apapun. Sekarang kalian hanya berlatih melawan saudara seperguruan sendiri, namun nantinya tidak terbayangkan jika kalian bertanding dengan orang lain, kalian akan mudah terbawa emosi, terbawa nafsu jahat untuk sesegera mungkin menjatuhkan lawan, dan nantinya hanya akan menyebabkan kalian kehilangan kewaspadaan dan akan membahayakan kalian sendiri. Untuk melatih ketenangan dan pengendalian diri, perbanyaklah beribadah dan berdoa kepada Tuhan, semoga Tuhan meridhoi apa yang menjadi hajat kalian" Ki Satya memberi wejangan dan nasihat. "Baiklah guru, saya mewakili diri pribadi dan adik-adik seperguruan akan selalu mengingat nasihat dari guru dan akan berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakannya" jawan Adinata mewakili saudara-saudaranya.

"Satu lagi yang ingin saya tekankan disini, kalian kelihatan sekali belum menguasai teknik pernafasan yang baik sehingga pukulan dan tendangan kalian seperti kurang bertenaga, latihlah teknik pernafasan kalian dengan baik sehingga nanti dengan sendirinya akan timbul kekuatan yang besar dari diri kalian sendiri dan jika sudah sampai pada tingkatan tertentu, kalian dapat menyalurkan kekuatan itu pada bagian-bagian dari anggota badan kalian untuk menyerang ataupun bertahan" lanjut Ki Satya memberi nasihat. "Baik guru, akan kami laksanakan" kelima murid Ki Sayta menjawab serempak. "Baiklah sekarang kalian lihat peragaan jurus Kepalan Geledek tingkat 10 dariku, aku akan menyerang bongkahan batu sebesar anak kerbau itu dengan kepalan tanganku"

Ki Satya kemudian mengatur pernafasannya. Ia memasang kuda-kuda untuk menyerang batu sepesar anak kerbau yang ada di hadapannya. Tangannya mengepal erat. Seolah-olah seluruh kekuatannya dialirkan keangannya yang mengepal. Kemudian dengan secepat kilat ia memukul batu sebesar anak kerbau itu dengan cara meninjunya dengan tangan yang terkepal. Dan terkejutlah Adinata beserta keempat adik seperguruannya, batu sebesar anak kerbau itu menjadi hancur berkeping-keping. Sungguh mengagumkan sekali. Tidak terbayang jika pukulan itu mengenai badan manusia. Tidak heran jurus Ki Satya ini dinamakan kepalan geledek, karena kecepatannya dan kekuatannya. Ki Satya mengatur nafas kembali. Setelah nafasnya teratur Ia segera berujar kepada muridnya.

"Nah, kalian lihat kan, batu sebesar anak kerbau itu bisa hancur lebur ditanganku, suatu saat nanti jika kalian rajin berlatih, maka tidak mustahil kalian juga akan mampu menguasainya, bahkan lebih hebat dari saya". Adinata menjawab "Baik Guru, saya dan adik-adik seperguruan akan rajin berlatih supaya bisa mempunyai kemampuan seperti guru". "Nah, sekarang istirahatlah kalian, nanti kalau kalian sudah mandi dan berganti pakaian kita makan siang bersama-sama, kebetulan Nini tadi memasak pepes gurami kesukaan kalian" Ki Satya memberi perintah. "Baik Guru, terimakasih" jawab kelima murid Ki Satya serempak. Ternyata Ki Satya adalah orang yang sangat baik hatinya. Ia menyediakan makanan-makanan yang terbaik dan bergizi untuk kelima murid kesayangannya. Adinata dan keempat saudaranya yang lainpun dapat merasakan kasih sayang gurunya itu meskipun Ki Satya tidak pernah mengungkapkannya.

Pada suatu sore, Adinata sedang mencari kayu bakar di pinggir hutan. Tiba-tiba ia melihat seekor anak harimau yang hampir terperosok ke bibir jurang. Anak harimau itu seperti menangis meminta tolong. Adinata kasihan melihatnya dan menolong anak harimau yang malang itu. Setelah di tolong Adinata anak harimau itu seperti melompat-lompat kegirangan sambil mengitari tubuh Adinata yang melihatnya keheranan. Anak harimau itu mengibas-kibaskan ekornya dan mengusap-usap kaki Adinata seolah-olah ingin bermanja-manja. Tidak berapa lama kemudian munculah sepasang Harimau yang berbadan besar menghampiri anak harimau itu. Namun anehnya seolah-olah tahu berterimakasih, sepasang harimau itu tidak menyerang Adinata sama sekali. Setelah menyadari tidak ada bahaya yang akan menimpanya Adinatapun pulang kembali ke padepokan dan sepasang harimau beserta anaknya itu masuk kembali kedalam hutan.

Di pagi harinya Adinata melatih jurus-jurus Kepalan Geledek yang telah diajarkan oleh Ki Satya. Ia berlatih tepat dipinggir hutan ketika ia menemukan anak harimau yang hampir terperosok ke dalam jurang, Dalam hatinya ia ingin bertemu dengan anak harimau itu karena menurutnya anak harimau itu sangat lucu dan menggemaskan. Setelah berlatih sekitar 3 kali waktu sepeminum teh tiba-tiba muncul anak harimau beserta sepasang induknya. Mengetahui Adinata sedang berlatih jurus Kepalan Geledek induk harimau jantan malah menyerangnya dengan lincah dan bertenaga. Adinata sebenarnya tidak ingin menyakiti harimau jantan itu namun ia terpaksa menghadapinya. Demi keselamatannya iapun balas menyerang harimau jantan itu dengan menggunakan jurus kepalan geledek yang ia pelajari dari Ki Satya. Namun ia hanya menggunakan sekitar seperempat tenaganya sehingga tidak akan membahayakan harimau jantan itu pikirnya.

Namun ternyata diluar perkiraanya harimau jantan itu bisa mengimbangi serangan kepalan geledek dari Adinata. Dan harimau jantan itu seperti meningkatkan serangannya ke Adinata. Ia menyerang Adinata dengan cakaran dan gigitannya secara bertubi-tubi. Menyadari situasi yang semakin berbahaya, dengan terpaksa ia menggunakan ilmu puncaknya kepalan geledek dengan tenaga sekuat-kuatnya. Adinata telah mencapai tingkat ketujuh dari jurus Kepalan Geledek. Siapa saja yang terkena pukulannya bisa menyebabkan kematian setidak-tidaknya akan terluka parah. Bahkan batu sebesar anak kambingpun pasti akan hancur lebur jika terkena pukulannya.

Aneh sekali, induk harimau jantan itu sama sekali tidak gentar dengan jurus kepalan geledek Adinata. Bahkan setiap serangan dari Adinata seolah-olah hanya mengenai angin kosong. Harimau itu seperti menari-nari menghindari serangan Adinata sambil sesekali menyerang Adinata dengan cakarannya. Setelah sekian lama bergulat mengadu ilmu dengan harimau itu Adinata perlahan-lahan menyadari bahwa induk harimau jantan itu seperti sedang melatihnya. Harimau itu tidak sungguh-sungguh menyerangnya namun seperti sedang mengulang-ulang jurus tertentu. Tidak berapa lama Adinatapun kelelahan dan induk harimau jantan itu seolah-olah mengerti dan berhenti menyerangnya. Harimau jantan itu kemudian mengeluarkan auman yang sangat keras dan setiap orang yang mendengarnya pasti akan dibuat bergidik ngeri. Setelah mengaum induk harimau jantan beserta induk harimau betina itupun masuk kembali kedalam hutan. Tetapi si anak harimau ternyata tidak ikut masuk kedalam hutan. Ia justru mendekati Adinata sambil mengibas-kibaskan ekornya dan mengusap-usapkan badannya ke kaki Adinata seolah-olah ingin bermanja-manja. Adinatapun tertawa melihatnya. "Kamu aku namakan si Loreng ya" kata Adinata seperti sedang berbicara dengan anak harimau itu. Dan Si Loreng pun melompat-lompat kegirangan seperti menyetujui nama yang diberikan Adinata untuknya. Adinatapun kemudian memakan bekal yang ia bawa, nasi bakar lauk ayam goreng. Dan Si lorengpun tidak lupa di beri jatah ayam goreng dan ia segera memakannya dengan lahap.

Hari demi hari, bulan berganti bulan Adinata secara rutin berlatih olah kanuragan dengan induk harimau jantan. Namun ternyata tanpa disadari oleh Adinata, Si Loreng turut belajar mengikuti gerakan-gerakan induknya dan mulai belajar mengaum. Auman harimau muda Si Loreng memang belum sekeras dan sehebat induknya namun sudah mampu untuk menggetarkan hati dan membuat ciut nyali siapapun yang mendengarkannya. Setelah berlatih bersama induk harimau jantan, biasanya Adinata melanjutkannya dengan latihan ringan bersama si Loreng. Si Loreng kini sudah tumbuh semakin besar dan kelihatan tanda-tanda kegagahannya seperti induknya. Tanpa disadari oleh Adinata, ilmunya jurus kepalan geledek dengan dipadukan oleh unsur kecepatan dan kelincahan gerak harimau jawa, ia telah mencapai tataran ilmu yang sama dengan yang dimiliki oleh Ki Satya gurunya, bahkan mungkin jauh lebih tinggi. Gurunya Ki Satya dan adik-adik seperguruannya tahu bahwa Adinata berlatih ilmu beladiri di pinggir hutan untuk mempersiapkan diri menghadapi pertandingan, namun mereka tidak mengetahui bahwa Adinata memperdalam ilmunya dengan dibantu oleh induk harimau jantan bersama Si Loreng teman berlatih sekaligus kawan bermainnya.

Setelah berlatih sekian lama, suatu hari Adinata sedang berlatih bersama Si Loreng. Namun tiba-tiba datang sepasang harimau jantan dan betina induk dari Si Loreng menyerangnya dengan ganas. Keduanya menngereng dan mengaum dengan keras seperti sedang marah besar. Serangan sepasang harimau itu bergulung-gulung disekitar Adinata. Adinata terkejut sekali, ia biasanya berlatih hanya satu lawan satu namun sekarang ia harus menghadapi sepasang harimau yang sama ganasnya. Namun meskipun dihinggapi rasa khawatir, ia tetap tenang dan berusaha menghindari setiap serangan dari sepasang harimau jawa itu. Sebenarnya ia tidak ingin melukai induk Si Loreng, maka ia menahan diri untuk tidak menggunakan ilmu pamungkasnya Jurus Kepalan Geledek. Dengan lincah dan cekatan ia menghindari setiap serangan dari sepasang harimau jawa ini namun perlahan-lahan hal ini ternyata menguras tenaganya.

Untuk secepatnya menyelesaikan pertarungan sebelum tenaganya habis, ia dengan terpaksa menggunakan jurus kepalan geledek andalanya, meskipun dengan menggunakan seperempat tenaganya. Tendangan dan pukulannya menyambar-nyambar kearah sepasang harimau jawa itu namun ternyata setiap serangannya juga dapat dihindari dengan mudah. Bahkan beberapa serangan sepasang harimau jawa itu satu persatu mulai mengenai badannya. Menyadari dirinya kian terdesak, Adinatapun mundur meloncat kebelakang dan mengatur pernafasannya. Ia mulai menyiapkan diri untuk mengeluarkan jurus Kepalan geledek dengan menggunakan seluruh sisa-sisa tenagannya. Namun tiba-tiba seolah menyadari adanya bahaya, sepasang harimau jawa itu berhenti menyerangnya dan hanya memandangnya. Adinatapun teringat pesan Ki Satya gurunya agar tidak mudah marah tetap tenang dan harus mampu mengendalikan diri. Mengingat hal itu Adinatapun mengurungkan niatnya menyerang sepasang harimau jawa itu. Setelah berpikir sejenak, ternyata ia baru menyadari bahwa sepasang harimau itu hanya ingin berlatih dengannya tidak sepenuhnya benar-benar menyerangnya terbukti ia hanya mengalami luka cakar yang ringan.

Setelah pertarungan yang hebat dengan sepasang harimau jawa induk dari Si Loreng Adinatapun kelelahan dan tertidur di pinggir hutan. Si Lorengpun menemaninya dengan ikut tertidur manja di dekat Adinata. Sorenya iapun baru terbangun dan segera pergi ke sungai untuk mandi kemudian kembali ke padepokan. Adapun Si Loreng tidak pernah mau mengikuti sampai padepokan. entah kenapa ia tidak mau bertemu dengan orang lain selain Adinata.

Satu hari kemudian Ki Satya mengumpulkan kelima muridnya. "Anak-anakku, sudah genap 3 kali bulan purnama kalian berlatih dengan keras untuk menghadapi pertandingan di Tebing Breksi. "Apakah kalian sudah siap untuk mengikuti latih tanding itu?" tanya Ki Satya ingin mengetahui kebulatan tekad murid-muridnya. "Siap Guru" jawab Adinata dan keempat adik seperguruannya dengan serempak. Bagus, kalau begitu kita kesana dengan berjalan kaki saja, karena jaraknya tidak terlalu jauh. Kalau semuanya lancar, nanti sore kita sudah sampai kesana. Tidak berapa lama Ki Satya dan kelima muridnya berangkat dengan berjalan kaki dan membawa bekal seadanya. Lama waktu perjalanan dari lereng bukit Merapi hingga ke tebing Breksi kira-kira setengah hari jika ditempuh dengan berjalan kaki. Ditengah perjalanan mereka menyempatkan diri beristirahat dan memakan bekal nasi sayur lodeh lauk ikan asin yang dibuatkan Nini Satya sambil minum Dawet Sor Ringin Kalasan yang segarnya tiada duanya. 

Sore harinya mereka telah sampai di Padepokan Tebing Breksi. Ki Adanu menyambutnya dengan suka cita dan ramah tamah. Maklum, Ki Satya adalah kakak seperguruan dari ki Adanu dan beliau sangat menhormati kakak seperguruannya itu. Sesudah beramah tamah sebentar keenam tamunya itu segera dipersilahkan untuk mandi dan beristirahat dulu kemudian dilanjutkan dengan makan malam bersama.

Ki Adanu juga mempunyai lima murid, satu diantaranya juga perempuan. Dari yang tertua namanya Bayuaji, Abiyasa, Admaja, Danurdara dan yang terakhir bernama Ambarwati. Kelimanya juga diajak makan malam bersama untuk menjamu tamu dari padepokan lereng Merapi. Nini Adanu yang terkenal pintar memasak telah menyuguhkan nasi hangat dan sayur nangka serta ayam goreng Kalasan. Tidak lupa pula Nini Adanu membuatkan sayur tempe tahu krecek yang menjadi makanan yang sangat disukai Ki Satya. Dan merekapun makan dengan riang gembira dengan diselingi canda dan tawa.

Sebenarnya yang datang dan akan mengikuti pertandingan tidak hanya dari padepokan lereng Merapi namun ada juga dari perguruan lain diantaranya padepokan Tambakbayan, padepokan Karangsari dan masih banyak lagi, mereka juga sudah dijamu dengan baik selayaknya seorang tamu. Rencananya acara latih tanding akan digelar dipagi hari sampai malam tergantung jumlah peserta dan perkembangan situasi yang ada. Peserta yang diundang adalah yang berasal dari aliran perguruan putih yaitu perguruan silat yang mengajarkan kebaikan dan bukan jalan yang sesat.

Bersambung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menemui bocah sakti ke gunung api purba nglanggeran

 Ki Gede Aryaguna mengoleskan minyak kayu putih ke hidung dada dan punggung Adinata. Tidak berapa lama kemudian Adinatapun tersadar dari pingsannya. "Alhamdulilah kamu sudah sadar ngger" berkata Ki Gede Aryaguna dengan lemah lembut. "Dimanakah aku Ki Gede ?" kata Adinata masih agak bingung karena baru terbangun dari pingsannya. Kamu masih di lapangan dusun Hargowilis Ngger, untung kamu tidak kurang suatu apa. Marilah kita beristirahat dirumah biar kamu bisa diobati lebih lanjut" berkata Ki Gede Aryaguna panjang lebar. "Terimakasih Ki Gede" jawab Adinata. "Anakmas Senopati, kamu minta tolonglah kepada adik seperguruan ananda Adinata untuk memapah Adinata kerumahku, dan sekalian umumkan kepada seluruh prajurit dan para pemuda kalbiru untuk beristirahat dan makan dirumahku" kata Ki Gede. "Baiklah Ki Gede, lalu bagaimana dengan para prajurit dan pemuda yang gugur, juga penjahat yang tewas" tanya Senopati Puspanidra. "Kuburkanlah d

Semburat Merah Jingga Di Kalibiru

 Kisah Adinata, murid padepokan lereng merapi yang mampu mengalahkan Ki Gardapati tokoh dunia hitam secara perlahan namun pasti terdengar ke seluruh pelosok kerajaan Mataram. Hingga pada suatu hari datanglah seorang utusan dari Kerajaan Mataram. Ki Satya menyambut kedatangan utusan itu dengan riang gembira. "Selamat datang Tumenggung Sadawira, sudah lama sekali ananda tidak berkunjung kemari" sapa Ki Satya menyapa tamunya. "Maafkan saya guru, saya berjanji akan lebih sering berkunjung kemari" jawab Tumenggung Sadawira dengan sopan. Sambil membungkukkan badan ia mencium tangan gurunya. Adinata dan seluruh adik seperguruannya terheran-heran. "Ketahuilah semua muridku, Tumenggung Sadawira ini adalah salahsatu muridku yang mengabdi di kerajaan Mataram" Ki Satya menerangkan jati diri tamunya. "Oh, begitu guru, saya baru paham" jawab Adinata mewakili adik seperguruannya. "Hormat hamba kepada Tumenggung Sadawira" Adinata sedikit membungkukkan

Bangkitnya Ksatria Mataram

Ambarwati masih terus menangis khawatir dengan keadaan Adinata, kekasihnya. Melihat itu Ki Jangkung tertawa-tawa kegirangan. "Ha ha ha, sebentar lagi kekasihmu akan memasuki pintu neraka" ejeknya kepada Ambarwati. "Kurang ajar kamu Ki Jangkung, akan aku balas kamu" teriak Ambarwati dengan marah. Ambarwati segera berdiri. Ia berniat untuk bertarung dengan ki Jangkung sampai titik darah penghabisan. Adinata sebenarnya tidak pingsan. Ia masih sadar dengan semua yang terjadi. Ia khawatir sekali dengan Ambarwati yang akan melawan Ki Jangkung. Namun ia harus menahan diri. Perlahan-lahan ia berusaha memulihkan dirinya. Meskipun tidak dalam posisi yang sempurna, ia berusaha menggunakan jurus pembalik raga penghancur bala yang diperolehnya dari Ki Gede Aryaguna. Dalam tingkat kemarahannya yang amat sangat, ia langsung akan menyerang Ki Jangkung dengan ilmu andalannya Jurus getar bumi. Namun sebelum ia menyerang Ki Jangkung, Ki Saraga telah melompat masuk ke gelanggang pertar